Biarkanlah anak-anak itu datang
Kapan terakhir kali Anda menjadikan anak-anak pertimbangan dalam keputusanmu?
Dalam berbagai hal yang aku lihat di sekitarku, aku bersyukur sudah ada banyak hal yang pantas dirayakan. Maria (2021) menyatakan bahwa sejak dicetuskan tahun 1971, fasilitas ramah anak terus mengalami perkembangan. Taman ramah anak menjadi syarat sebuah kota cerdas (smart city) sehingga mau tidak mau, pemerintah dan pengembang properti kota-kota di Indonesia harus membangun fasilitas ini meski secara ekonomis tidak seatraktif membangun pusat bisnis.
Tiga tahun yang lalu saat berkesempatan mampir ke Amerika Serikat, saya menemui bahwa fasilitas ini adalah hal lumrah di setiap daerah. Tempatnya aman, tampilannya menawan, dan peralatan semua sesuai ukuran: anak-anak bisa bermain tanpa kesulitan!
Satu yang saya kaget, fasilitas ini gratis. Pajak dan dana hibah dari pihak swasta digunakan secara bijak sehingga pembangunan fasilitas ramah anak bisa dilakukan dengan kualitas yang baik, membuatnya mampu bertahan beberapa tahun tanpa berpotensi membuat cedera.
Di sisi dunia yang lain, aku terkejut ketika Singapura membuka berbagai perpustakaan yang semuanya ramai didatangi anak-anak. Dari area khusus anak yang menarik hingga fasilitas yang memang dirancang untuk digunakan anak-anak, sejak dini anak-anak Singapura sudah dilibatkan menjadi bagian dari warga negara Singapura yang berhak atas akses pada pendidikan, bahkan di luar kelas.
Sungguh hati ini melimpah dengan syukur ketika peradaban kita sudah semakin sadar bahwa anak-anaklah yang akan melanjutkan kehidupan. Apa yang mereka alami hari ini akan masuk ke memori mereka, sadar tidak sadar, untuk menjadi penentu nasib peradaban kita 30–40 tahun lagi.
Jika hari ini kita bisa membuat anak-anak aman dari ancaman, bertumbuh dengan tantangan, dan dipenuhi rasa cinta yang nyaman, aku yakin suatu hari nanti akan ada generasi yang bisa mendahulukan orang lain dalam segala sesuatu, membagikan iman, pengharapan, dan kasih ke mana pun mereka pergi.