Komunitas Sorgawi

Eleazar Evan Moeljono
5 min readMar 3, 2024

--

Setiap kali mendengarkan musik hymn dalam bentuk orkestra, muncul pemikiran, “Gini ya suasana perjalanan ke sorga?”

Di kepala, muncul imajinasi manusia sedang berbaris rapat-rapat sambil menuju ke pintu gerbang sorga untuk disambut oleh Yesus sendiri.

“Aku ngomong apa ya sama temenku di jalan?” tanyaku.

“Siapa aja sih yang bakal aku temui di barisan menuju sorga ini?”

Syukur: setiap kali berkesempatan berjumpa dengan orang, aku berkesempatan untuk mengicip di bumi seperti di sorga.

Seperti saat salah seorang rekan datang ke Ambarawa jauh-jauh dari Surabaya hanya untuk mengunjungi dan ngobrol. Kami bisa sejenak menikmati indahnya alam Gunung Ungaran.

Persekutuan Pemuda GKI Ambarawa 02 Maret 2024

Ditambah lagi kami menikmati indahnya kebersamaan sebuah persekutuan. Tulus, indah, manusiawi. Ada energi yang membuat sukacita dan damai sejahtera dalam diri.

It’s always good to have someone listening and understanding you!

Begitu pula saat suatu hari rekan yang lain tidak ragu berkata, “Zer, kapan pun kamu butuh cerita, kontak aku aja. Yaa, paling aku balesnya rada lama karena sibuk, hehehe.” Padahal kami terpisah jarak, bahkan ada yang belum pernah ketemu secara langsung seumur hidup!

Apalagi kalo keinget SAAT Youth Camp. I confidently said it was the mini version of heaven. Together with thousands of congregations, we worship Him, rejoice in Him, and meditate on His words. Kalo reuni dengan rekan lama yang (paling banter) ketemu setahun sekali… Duh, senengnya bukan main!

Suka terharu aja gitu bisa kumpul sama ribuan orang dengan positive vibes segitu parah. Apalagi di momen-momen spesial seperti Alone with God (AWG), altar call, dan sharing di dalam KTB. It’s simply heavenly!

Image taken from STT SAAT IG account.

Sayangnya, ga semua orang bisa diajak begitu.

Berkomunitas dengan orang-orang yang juga adalah manusia berdosa memiliki konsekuensi adanya potensi saling melukai. Disengaja maupun tidak, semakin kita dekat dengan seseorang, semakin besar peluang melukai itu.

Sampai ada ujaran populer yang aku pernah baca, “Kalau kamu bersahabat dengan seseorang dan belum bertengkar dengan orang itu, kamu belum benar-benar bersahabat.”

Hah?

Pil pahit inilah yang membuat Ezer versi 25 tahun sadar bahwa tidak semua orang perlu dan mau dijadikan komunitas. Ada tipe orang yang bagaimana pun kamu mencoba, mereka akan tetap ‘menolak’ ajakanmu berkomunitas.

Kalau kata netizen, “Mungkin kamu bukan target market mereka.”

Aku pernah mencoba menjadikan satu komunitas berisi 60 orang dewasa dari berbagai usia untuk menjadi satu komunitas yang sehat dengan cara menjalin relasi dengan semuanya — mempercayai dan menerima mereka apa adanya.

Alih-alih mendapatkan kesatuan, yang terjadi justru sebaliknya: muncul perpecahan karena gesekan dan penolakan untuk berkomunitas. Ya itu tadi, mungkin aku bukan target market mereka?

Ketika aku ceritakan masalah demi masalah dalam komunitas ini, saran yang muncul dari orang-orang bijak mengarahkanku pada satu kesimpulan: berkomunitaslah dengan orang yang perlu dan mau diajak berkomunitas.

It totally makes sense to me.

Dulu seorang mentor pernah mengajarkanku stakeholder analysis, bagaimana sebagai pemimpin kita mengelompokkan tim kita ke dalam empat kuadran sesuai dengan power dan interest mereka.

What Is A Stakeholder Analysis? Everything You Need To Know — Forbes Advisor

Ada orang-orang yang:

  • perlu kita jaga relasinya secara dekat (manage closely),
  • cukup tahu (keep informed),
  • ‘yang-penting-dia-senang’ (keep satisfied), dan
  • cuma perlu dimonitor.

Kembali dalam imajinasi bayang-bayang ke sorga, perjalanan ini nyatanya memang panjang. Bisa jadi, distraksinya banyak.

Mari kita ibaratkan perjalanan berkomunitas menuju sorga ini seperti sebuah perjalanan satu mobil dari Ambarawa ke Jakarta. Di tengah jalan seseorang tiba-tiba berteriak, “BERHENTI! Aku mau ke toilet!”

Berhenti sejenak, semua yang ingin ke toilet turun, buang air, dan kemudian perjalanan berlanjut.

Hal serupa berulang ketika tiba-tiba ada yang berteriak, “BERHENTI! Aku lapar.”

Berhenti sejenak, semua turun, makan, dan kemudian perjalanan berlanjut.

Untuk ketiga kalinya ada yang berteriak, “BERHENTI!”

Kali ini, dia tidak ingin ke toilet maupun makan. Dia ingin beli oleh-oleh. OK, semua berhenti sejenak dan segera membeli oleh-oleh.

Perjalanan jadi semakin aneh ketika ada orang keempat berteriak, “BERHENTI! Aku mau bersih-bersih, soalnya jalannya kotor.”

Untuk urusan toilet, makan, dan beli oleh-oleh, kita masih bisa anggap lumrah apabila rombongan berhenti dan memenuhi kebutuhan itu sebelum lanjut lagi.

Hanya saja, bersih-bersih jalan?

Ayolah, jalan itu akan selalu kotor!
Apalagi tanggung jawab membersihkan jalan bukan jadi tanggung jawab orang yang melintasinya. Batasan tanggung jawab kita ada pada menjaga agar jalan tidak tambah kotor.

Seperti itu juga komunitas kita.
Semua komunitas punya tujuan untuk dicapai.
Komunitas sorgawi punya sorga untuk dicapai.
Apabila dalam perjalanan ini kita menemukan bahwa sekeliling kita kotor dan bikin ‘gatal’ untuk membersihkannya, INGAT: tugas kita menjaga agar sekeliling kita tidak tambah kotor. Perkara itu sudah kotor, serahkan kepada ‘Sang Tukang Sapu Agung’ yang mau dan mampu membersihkan jalan.

Di sisi lain, dalam berkomunitas, pastikan semua kebutuhan tercukupi. Jangan sampai di mobil ini semua orang menahan kencing, lapar, dan kebutuhan beli oleh-oleh hanya karena sungkan. Ga banget deh!

Komunitas sorgawi punya tujuan sorga.

Intinya, tulisan ini hendak mencatat bahwa komunitas sorgawi perlu

  1. Kembali pada tujuan awal berkomunitas
  2. Memperhatikan semua yang ada di dalam komunitas

Alkitab sih sudah jelas ya, menjabarkan tujuan awal berkomunitas: untuk saling mengasihi. Ya iyalah, soalnya kan nanti di sorga yang tersisa hanyalah kasih TUHAN dan kasih sesama.

Alkitab juga sudah jelas menerangkan cara memperhatikan sesama di dalam komunitas.

Pertanyaannya untuk kita,
Apakah kita mau dan mampu berkomunitas sorgawi?

--

--

Eleazar Evan Moeljono
Eleazar Evan Moeljono

Written by Eleazar Evan Moeljono

When I read, I converse with the authors.

No responses yet